Cerpenku 1
“ Keinginanku
Menabung di Bank BRI Junio “
Raja siang mulai menampakkan
wajahnya dengan malu - malu. Menebarkan sinar yang terang benderang untuk
mewarnai hari. Sekumpulan awan putih mengepul dan menyapu cakrawala. Suara
alunan ayam berkokok terdengar dari kejauhan. Tampak sebuah rumah kecil
ditengah kota Tarakan nan indah. Tinggalah sebuah keluarga kecil yang terdiri
dari seorang Ayah, Ibu dan anak mereka yang bernama Febi. Rambutnya panjang
berkilauan dan kulitnya berwarna putih. Ia anak yang rajin menabung dan
membantu orang tua. Selain rajin menabung dan membantu orang tua, ia juga
dikenal sebagai anak yang pintar. Ia bercita – cita ingin menjadi seorang
penulis. Setiap pergi ke sekolah, tidak
lupa ia membawa kue buatan Ibunya untuk dijual ke teman – temannya.
“ Hooaaammm
“ Febi menguap dan mulai mengangkat badannya dari atas tempat tidur serta
mengusap – usap kedua matanya.
“ Hari ini harus lebih baik dari hari
sebelumnya “ gumam Febi dalam hati.
Setiap Febi bangun dari tidurnya yang
lelap, ia selalu mengucapkan kata “ Hari ini harus lebih baik dari hari
sebelumnya “ karena ia berpikir bahwa hari esok dalah hari yang terbaik untuk
masa depan dan meraih cita - citanya. Tanpa membuang – buang waktu, Febi segera
mandi. Seusai mandi, ia bergegas pergi
ke sekolah kebanggaannya , SMP Negeri 2 Tarakan. Sebelum pergi ke sekolah, ia
pergi mengisi perutnya terlebih dahulu. Setelah mengisi perutnya, ia pun pergi
ke sekolah.
“ Yah, Bu Febi
berangkat ke sekolah, dulu !
Assalamualaikum “ ucap Febi mencium tangan kedua orang tuanya.
“ Iya, Nak “ jawab Ayah Febi.
“ Hati – hati dijalan “ tambah Ibu Febi.
Sehari – hari, Febi pergi ke sekolah sambil
membawa sebuah keranjang berisikan kue. Ia pergi menuju sekolahnya dengan
berjalan kaki karena jarak rumahnya dengan sekolah yang tak sebegitu jauh. Ramai
kendaraan berlalu – lalang di tengah kota Tarakan. Pepohonan hijau nan indah
menghiasi langkahnya menuju sekolah. Bagi Febi itu hal yang biasa ia temui
dalam perjalanan menuju sekolahnya. Tak lama kemudian, ia tiba disekolahnya.
Bel sekolah pun berbunyi.
“ Kring kring kring “ suara bel
sekolah tanda masuk.
Febi berlari kecil dan segera masuk
menuju kelasnya yang berada di lantai 3 yaitu kelas IX-2. Beberapa lama
kemudian, jam belajar pun dimulai. Tiba – tiba terdengar suatu pengumuman.
“ Seluruh siswa harap berkumpul di hall
karena ada kegiatan sosialisasi dari Bank BRI Junio “ suara pengumuman itu.
Semua anak keluar dari kelas masing – masing
dan menuju ke hall. Setelah 30 menit sosialisasi dari Bank BRI Junio, semua
murid kembali ke kelas masing – masing. Kegiatan sosialisasi ini memotivasi
Febi untuk menabung di Bank karena selama ini Febi hanya menabung di rumah
dengan tabungan kecinya. Itulah yang menjadi tekad dan bekalnya untuk menabung
di Bank demi masa depan dan meraih cita – cita.
“ Aku ingin menabung di Bank BRI Junio tapi,
aku hanya orang biasa sedangkan pekerjaan ayahku tidak tetap, kadang bekerja
kadang tidak. Ibuku juga hanya seorang penjual kue. Bagaimana bisa menabung di
Bank besar seperti itu ? “ pikir Febi dalam benakknya.
“ Eh
Febi kenapa kamu bingung ingin menabung di Bank BRI Junio ? Sedangkan bayar
uang buku – bukumu saja belum lunas ! “
ledek Agustina teman sekelas Febi yang langsung menjailinya dengan melemparkan
sampah yang ada ditempat sampah dan uang koin ke kepalanya serta menarik
seragam sekolah Febi hingga robek.
Febi tetap sabar menghadapi cobaan yang
datang bertubi – tubi. Ia sudah biasa sehari - hari dijaili dan dihina dengan
teman – temannya. Seragam sekolahnya robek di bagian punggung dan bau sampah
busuk. Saat ia dijaili dan dihina oleh teman – temannya ia hanya sabar. Terkadang kalau tak tahan, ia menangis.
“ Hiks hiks hiks “
suara rintihan tangisan Febi.
“ Kamu jahat sekali sih Agustina....! Apa kamu belum puas menjaili dan menghina Febi
setiap hari ? “ ucap Fadillah membela Febi.
“ Biar aja,
memang dia pantas mendapatkan itu semua “ ucap Agustina yang pergi begitu
saja.
Agustina tidak memperdulikan Febi
yang sedang menangis dan Fadillah yang marah kepadanya. Ia pergi begitu saja
meninggalkan kelas karena jam mata pelajaran sedang kosong. Febi pun
membersihkan sampah – sampah yang menempel di pakaiannya dan meletakkan kembali
sampah itu di tempatnya. Setelah melewati beberapa jam belajar, kini telah tiba
waktu istirahat. Febi segera keluar dari kelasnya dan menjajakan kuenya.
“ Kue…kue…kue !!! “ teriak Febi menjajakan
jualannya.
Siswa – siswi SMPN 2 seketika itu langsung
menyerbu kue Febi. Dari kejauhan, Agustina mendatangi Febi.
“ Aku beli kuenya satu “ ucap Agustina sambil
memberikan uang Rp 1.000,00 dan memakan kue Febi.
“ Iya “ jawab Febi mengambil uang yang
diberikan Agustina.
“ Ihhh,
kuenya basi !!! Kembalikan uangku “ bentak Agustina memuntahkan kue yang ada
didalam mulutnya dan mendorong Febi hingga terjatuh serta kuenya terhambur
dimana – mana.
“ Enggak kok,
ini kue baru bukan kue basi “ jelas Febi kepada Agustina dan siswa siswi yang
memakan kuenya.
“ Kembalikan uang kami “ teriak salah seorang
anak merampas uang yang ada di kantong Febi.
Semua anak pergi meninggalkan Febi. Kue –
kuenya tidak ada yang terjual satu pun. Hatinya merasa sedih. Matanya berlinang
– linang dan air matanya pun sudah ingin
tetes, tapi ia menahannya.
Bel tanda masuk kelas setelah istirahat
berbunyi.
“ Kring kring kring “ suara bel tanda masuk
kelas setelah istirahat dan mulai belajar kembali.
Jam pelajaran dimulai dan tak terasa sudah
melewati beberapa jam pelajaran. Tak lama kemudian, terdengar suara bel pulang.
“ Kring kring kring “ suara bel tanda pulang.
Semua anak berlarian menuju gerbang. Sedangkan
Febi hanya berjalan dengan pelan. Dengan seragam sekolah yang bau dengan sampah
busuk, Febi pulang menuju rumahnya dan tidak membawa uang sepeser pun. Setibanya
di rumah, Febi memberitahukan Ibunya.
“ Bu, Febi minta maaf, kuenya tidak ada yang
terjual karena Agustina tadi memfitnahku, dia mengatakan bahwa kue yang ku jual
basi “ jelas Febi.
“ Tidak apa – apa, sekarang Ibu sudah tidak
perlu berjualan kue karena Ibu sudah mendapatkan pekerjaan juga Ayahmu. Ibu
bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan dan Ayahmu bekerja di
PT.INTRACAWOOD ! “ jelas Ibu.
“ Ibu tahu kamu dari dulu ingin menabung di
Bank dan sekarang, Ibu dan Ayah dapat memenuhi keinginanmu. Ini ada sedikit
uang tabungan Ibu. Ambilah dan pergilah ke Bank untuk mendaftar menjadi nasabah
“ ucap Ibu kepada Febi dan memberikan uang sebesar Rp 250.000,00
“ Terima kasih , Bu ! “ ucap Febi dengan
gembiranya.
Kesedihan Febi karena kuenya tidak laku
terjual dan ia dijaili serta dihina oleh teman – temannya pun seketika itu
hilang. Ia berganti pakaian dan segera pergi menuju Bank BRI dengan riangnya. Ia
pun tiba di depan Bank BRI. Febi segera masuk ke dalam Bank BRI dan mendaftar
untuk menjadi nasabah Bank BRI Junio.
“ Permisi Mba, saya ingin menjadi nasabah. Ini
setoran awal saya “ ucap Febi mengeluarkan uang sebesar Rp 250.000,00
“ Maaf, Dek uang kamu kurang, setoran awal
sebesar Rp 300.000,00 “ ucap petugas loket.
“ Tapi Mba, saya sangat ingin menabung di
Bank ini ! “ pinta Febi memohon kepada petugas loket.
“ Tetap saja tidak bisa, Dek ! “jawab petugas
loket.
Tiba – tiba datang seorang laki – laki yang mengenakan
jas hitam.
“ Tolong kamu usahakan bagaimana cara agar anak
ini dapat menabung di Bank ini “ perintah laki – laki dengan mengenakan jas
hitam itu.
“ Tapi, Pak uang setoran awalnya kurang “ jelas petugas loket.
“ Kasihan dia, tolong kamu bantu dia “ ucap
laki – laki itu.
“ Baik Pak “ jawab singkat petugas loket.
Laki – laki itu ternyata salah seorang atasan
Bank BRI di Tarakan, namanya Pak Ahmad. Seketika itu, Febi berterima kasih
kepadanya sambil mencium tangan.
“ Terima kasih, Pak karena Bapak sudah
membantu saya untuk menjadi nasabah di Bank ini, sekali lagi terima kasih “
ucap Febi berterima kasih kepada Pak Ahmad, salah seorang atasan di Bank BRI.
“ Sama – sama, Dek “ jawab Pak Ahmad.
Febi pun segera mengisi formulir yang
diberikan oleh petugas loket. Seusai mengisi formulir, ia pulang menuju
rumahnya. Ia sangat bahagia karena Ayah dan Ibunya sudah mendapat pekerjaan. Kehidupannya
pun berubah menjadi tercukupi. Ia sudah dapat menabung di Bank BRI Junio.
“ Terima kasih Ya Allah, engkau telah
mengabulkan doa hamba untuk dapat menabung di Bank dan Ayah serta Ibu hamba
mendapatkan pekerjaan “ ucap syukur Febi.
“ Aku siap menerjang samudra kehidupan yang
akan datang menghantamku dan tabungan itu akan menjadi bekalku dimasa depan dan
aku dapat meraih cita – citaku sebagai seorang penulis “ ucap Febi dalam
benaknya.
Komentar
Posting Komentar